Misra dan Popero


Tentu para blogger adalah pecinta membaca. Sejak kecil pasti ada satu atau banyak bacaan yang Anda sentuh. Hingga usia sekarang, cerita apa yang paling Anda ingat yang pernah dibaca pada masa kecil?  🙂

Sejak kecil saya suka membaca cerita anak dan dongeng. Anda juga mengalami hal yang sama tentunya. Dan cerita yang paling saya ingat berjudul ‘Misra dan Popero’. Apakah Anda pernah membacanya, kawan?

Kalau belum, saya akan mendongeng di sini untuk Anda. 😀

Misra dan Popero

Misra adalah anak bungsu seorang raja. Ia memiliki dua saudara perempuan. Pada suatu hari raja memanggil ketiga anak perempuannya itu. 

Raja bertanya kepada ketiganya; ‘Kamu mencintai ayah bukan? Seperti apa cintamu?’

‘Cintaku terhadap ayah seperti madu,’ jawab puteri pertama.

‘Cintaku seperti terhadap gula,’ jawab puteri kedua.

‘Cintaku seperti garam,’ kata si bungsu Misra.

‘Apa katamu?’ bentak raja murka mendapati jawaban puteri ketiganya yang tak pantas. ‘Kau mencintaiku seperti garam? Anak durhaka!’

Seketika itu Misra diseret keluar pintu. Raja melihat seorang pemuda yang bernama Popero lewat depan rumah raja. Raja berteriak dengan kesal, ‘Hei orang miskin! Kemari kau!’ Popero pun mendekat, ‘hari ini kau kuangkat menjadi menantu dan bawa pulang puteriku jadikan istrimu!’

Popero tentu sangat senang atas kata-kata raja, Misra yang cantik jelita pun jadi istrinya. Misra dan Popero beserta ibu Popero hidup bahagia dengan tentram dan rukun.

Beberapa tahun kemudian, Popero diajak gerombolan temannya ke negeri yang jauh. Dan mereka kehabisan air minum di tengah jalan. Popero disuruhnya untuk mengambil air dan untungnya tak jauh dari situ ada sumber air. Popero menciduk air dan terkagetlah Popero dengan apa yang muncul dari dalam sumber air itu. Popero menghilangkan rasa takut pada hantu dan berkata, ‘ss-se-la-mat si-ang, sahabat’.

‘Selamat siang,’ jawab hantu itu. ‘Aku sangat senang atas kesopananmu, biasanya yang datang mengambil air di sini adalah mereka yang tak punya sopan santun dan akhirnya kuseret ke dalam dan kumakan. Tapi atas kesopananmu, aku terharu. Terimalah lima delima ini untukmu. Jangan sampai ada yang melihat waktu kau memecahkanya’.

Popero menerimanya dan berpamitan. Dalam perjalanan, Popero menitipkan tiga buah delima itu kepa orang sekota untuk diserahkan kepada istrinya, dan popero pun melanjutkan perjalanannya.

Alangkah terkejutnya Misra saat memecahkan buah delima itu. Bukan biji isinya! Melainkan puluhan butir intan. Kemudian ia jual dan didirikannya rumah yang megah seindah istana.

Beberapa tahun kemudian Popero pulang dan seperti orang asing melihat tempat tinggalnya yang seharusnya berada gubuk telah berganti istana. Kemana ibu dan istrinya?

Tiba-tba di jendela duduk istrinya bersama seorang pemuda gagah nan tampan. Popero terkejut dan menjadi marah segera mendekati istrinya. Untung Misra mengenali suaminya yang kemudian langsung bersiteru dari jauh, ‘Yuvento! Lihat itu ayah pulang. Lekas, sambut dan cium tangannya!’. Seperti disiram air ses, rasa amarahnya langsung lenyap seketika. 

Popero bertanya kepa Misra, bagaimana ini semua terjadi. Maka ceritalah Misra yang disusul dengan rasa penasaran Popero langsung memecahkan dua buah delimanya itu. Dan benar saja, isinya adalah intan.

Dengan harta yang banyak, popero membangun restoran dan berbagai jenis lainnya dapat digunakan untuk orang miskin, sehingga kekayaan Popero tersohor sampai ke kerajaan.

Raja beranya pada menteri, siapa empunya restoran itu?’

‘Poperp, tuan’

‘Mari kita ke rumahnya’ kata raja.

Tiba raja di rumah Popero, Misra yang mengenali ayahnya hanya diam saja. Kepada Popero, Misra berkata, ‘Raja kita jamu dengan makanan istimewa, tapi hidangan pertama jangan diberi garam’.

Sesuai dengan kata Misra, hidangan pertama di sajikan dan raja tak mau makan. Hidangan kedua, raja makan dengan lahapnya. Ketika ditanyai bagaimana rasa keduanya. Raja berkata, ‘Hidangan pertama tak bergaram, tak ada rasa. Makanan tanpa garam tak lezat.’

‘Masih ingatkah Ayah ketika saya mengatakan cinta saya seperti garam dan ayah mengusir saya?’

Raja tercengang dan malu atas kesadarannya. Raja mencium puterinya dan berkata, ‘Garam lebih enak daripada madu dan gula.’

Itulah salah satu dongeng yang saya sukai sejak kecil. Bukunya masih saya simpan sampai sekarang.

Bahwa, cinta adalah keragaman rasa yang tidak bisa kita pungkiri. 🙂

 

 

 

17 thoughts on “Misra dan Popero

Hai haii... Titip jejakmu donk. ^0^